CERPEN: Hujan Terakhir di Bulan Mei

Jika suatu hari hujan membawamu kembali, aku akan menunggumu di tempat kita biasa bicara tentang mimpi

Sabtu, 24 Mei 2025 - 12:30 WIB
CERPEN: Hujan Terakhir di Bulan Mei
Ilustrasi cerpen Hujan Terakhir di Bulan Mei

Langit menggantung kelabu di atas kota kecil itu. Aroma tanah basah memenuhi udara, dan suara rintik hujan jatuh perlahan di atas atap rumah-rumah tua.

 Di sebuah kafe kecil di sudut jalan, seorang perempuan duduk sendiri di dekat jendela, menatap kosong ke luar.

Namanya Lila. Rambutnya hitam tergerai, matanya menyimpan kenangan yang tak pernah selesai. Di depannya, secangkir teh melati mengepul pelan, namun tak disentuh.

Pintu kafe terbuka, dan masuklah seorang pria dengan jaket abu-abu yang kuyup. Ia menyapu pandangan ke dalam, lalu tersenyum kecil saat melihat Lila.

“Maaf aku terlambat,” katanya, mendekat. Lila menoleh perlahan.

“Seperti biasa,” jawabnya datar, tapi tidak benar-benar marah.

Pria itu duduk di depannya. Namanya Arga. Lima tahun lalu, mereka pernah begitu dekat. Tapi waktu dan jarak membuat mereka hanya menjadi kenangan. Hari itu, untuk pertama kalinya sejak lama, mereka bertemu kembali.

“Aku pikir kamu sudah lupa bagaimana cara ke kafe ini,” ujar Lila.

“Aku tidak pernah lupa,” Arga menatap matanya. “Aku cuma takut kamu yang sudah lupa.”

Lila tersenyum samar. Hujan semakin deras. Di luar, orang-orang berlarian mencari tempat berteduh. Di dalam, waktu seperti berhenti.

“Apa kabar?” tanya Arga, suara pelan.

Lila mengangkat bahu. “Baik. Kadang tidak. Kadang rindu.”

“Rindu?”

“Ya. Rindu masa lalu. Tapi lebih rindu pada versi kita yang dulu.”

Arga menunduk. Ia tahu apa yang dimaksud Lila. Dulu mereka percaya cinta bisa melawan segalanya. Tapi hidup tak seindah novel. Ada pekerjaan, ambisi, dan keputusan-keputusan yang mengikis mereka perlahan.

“Aku salah, Lila. Dulu aku terlalu mengejar hal yang aku kira penting.”

Lila menatap keluar jendela. Hujan belum juga reda.

“Kita semua pernah salah, Arga. Tapi hari ini kita duduk lagi di sini. Mungkin itu artinya sesuatu.”

Keheningan menyelimuti mereka sejenak. Lalu, Arga mengeluarkan sesuatu dari sakunya—sebuah kertas kecil, lusuh.

“Aku menulis ini di hari terakhir kita bertemu. Tapi tak pernah sempat kuberikan.”

Lila membuka lipatan kertas itu. Di sana hanya ada satu kalimat:

Jika suatu hari hujan membawamu kembali, aku akan menunggumu di tempat kita biasa bicara tentang mimpi.”

Lila tersenyum, dan untuk pertama kalinya sejak mereka duduk, matanya berkaca-kaca.

“Hujan ini, Arga... mungkin memang membawaku kembali.”

Dan di bawah langit bulan Mei yang basah, cinta yang pernah hilang perlahan menemukan jalannya pulang.

What's Your Reaction?

Like Like 0
Dislike Dislike 0
Love Love 0
Funny Funny 0
Angry Angry 0
Sad Sad 0
Wow Wow 0